Kamis, 09 Juni 2011

Citra

CITRA
KARYA USMAR ISMAIL
KUMPULAN DRAMA
Perusahaan perkebunan teh “Mega Putih” di lereng gunung Gede berjalan dengan lancar berkat pimpinan Sutopo, anak mendiang Pak Suryo, pemilik usaha perkebunan teh tersebut. Banyak rintangan dan halangan yang dialaminya dari saudara tirinya, Harsono, untuk memajukan perusahaan itu. Namun rintangan itu dapat diatasi dan dihadapinya dengan sabar karena ia sudah terbiasa prihatin dan tabah dengan tempaan masa kecilnya sebagai anak tiri. Harsono selalu dimanja ketika kecil. Ia selalu ingin hidup mewah di kota dan ia selalu menganggap Sutopo tidak punya hak.
Suatu hari pimpinan perusahaan diambil secara paksa oleh Harsono ketika ia dipanggil ibunya pulang. Namun karyawan di perusahaan perkebunan teh tersebut tidak senang dengan Harsono karena sikapnya yang tidak baik, pemboros, tidak sungguh-sungguh, dan senang berfoya-foya. Apalagi setelah mendengar bahwa Harsono telah menodai kehormatan Suryani, gadis pemetik teh. Banyak pula pekerja pemetik teh yang diperlakukan dengan tidak senonoh.
Seorang wanita bernama Sandra, berkat kelihaiannya berhasil memikat Harsono. Dengan senyum manis dan siasatnya dengan Suwanto, membuat banyak uang Harsono yang tergaet. Hal itu berkelanjutan dengan perkawinan mereka. Setelah menjadi suami istri, Sandra mendesak Harsono agar tinggal di Jakarta, bermewah-mewah menikmati kehidupan di kota. Setelah bekal uang yang ia bawa tinggal sedikit, Sandra mulai meminta cerai kepada Harsono.
Dalam keadaan seperti itu, Harsono bingung dan marah kepada Sandra yang bersifat matrealistis. Apalagi setelah Sutopo datang dan memberitahukan bahwa Suryani hamil atas perbuatan Harsono dahulu. Harsono tidak mau mengakui perbuatannya itu. Hampir terjadi perkelahian karena Sutopo meminta Harsono untuk bertanggung jawab, seandainya Sutopo tidak mengalah.
Karena Sandra meminta agar segera diceraikan, Harsono semakin marah dan ia mencekik Sandra hingga meninggal. Dokter yang sering mengobati Sandra menyatakan Sandra meninggal karena penyakit kandungan yang dideritanya. Dengan demikian Harsono terhindar dari tuntutan.
Harsono menyesal dan sedih memikirkan nasibnya. Ia pulang ke Mega Putih untuk melihat ibunya. Sesudah itu ia bermaksud untuk menjauhkan diri karena malu dengan orang-orang Mega Putih. Timbullah kemuliaan hati dan pengorbanan Sutopo untuk menikahi Suryani menggantikan tanggung jawab Haryono demi menjaga nama baik dan kehormatan keluarga Pak Suryo. Kepada ibunya, Harsono mengakui semua kesalahannya yang tidak dapat diperbaiki lagi ke jalan yang benar.
Komentar:
Kumpulan drama Citra mengandung makna tentang balas budi dan pengorbanan seorang anak laki-laki yang merasa berhutang budi kepada bapak tirinya. Tentu saja dalam membalas budi kepada orang yang sangat berjasa bagi kehidupannya, ia rela untuk mengorbankan dirinya demi menutup aib keluarga yang membesarkannya tersebut. Drama ini bukanlah sebuah drama kacangan yang tidak sarat makna. Di dalam kumpulan drama tersebut, terkandung berbagai pelajaran kehidupan yang dapat kita tiru dan kita ambil hikmahnya.
Namun ada juga pelajaran yang tidak boleh kita contoh dalam kumpulan drama tersebut. Seperti tingkah Harsono yang selalu berfoya-foya namun akhirnya menderita. Sehingga dapat menjadi pelajaran bahwa hidup dan kehidupan membutuhkan kerja keras. Harta dan tahta dapat dicari dan akan hilang menunggu masanya. Sifat kerja keras dan pantang menyerah yang ditunjukkan oleh tokoh Sutopo akan membawa keberhasilan dalam kehidupan.
Selain kandungan dalam drama tersebut menarik dan memiliki kedalaman arti, juga terdapat aspek kebahasaan yang mudah dimengerti dan menarik. Percakapan antar tokoh menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami dan tidak menimbulkan makna ganda. Sehingga pantas jika kumpulan drama ini sampai digunakan untuk menyebut piala perfilman Indonesia.

Dua Dunia

DUA DUNIA
KARYA N.H. DINI
KUMPULAN CERPEN
Cerita pendek Dua Dunia menceritakan tentang kisah perjuangan Iswanti, seorang janda muda dengan satu anak. Dalam Dua Dunia, si anak perempuan yang bernama Iswanti tidak berani berbuat sesuatu untuk menyadarkan ibunya dari kesalahannya, yaitu berjudi dan menelantarkan keluarganya atau melaporkan perbuatan ibunya kepada ayahnya karena mungkin saja ibunya melarangnya untuk berbuat demikian. Karena ingin menjadi anak yang berbakti maka dia pun menurut perintah ibunya. Pernikahan Iswanti dengan suami pilihan orang tuanya dapat saja dilandasi dengan kebutuhan orang tuanya akan uang akibat terbelit hutang di sana-sini. Pemikiran demikian didasari oleh perbuatan orang tuanya yang bersedia menerima uang tunjangan anak dari bekas suami Iswanti tanpa berkonsultasi dengannya atau memikirkan kebahagiaan cucu perempuan mereka. Jika demikian, maka kesalahan kembali dibuat oleh kedua orang tuanya, yaitu menikahkan anak perempuan mereka karena desakan ekonomi bukan karena memikirkan kebahagiaan anak.
Dalam keadaan sakit, Iswanti harus berjuang untuk mencari nafkah dan mempertahankan putri semata wayangnya, Kanti, agar tidak jatuh ke tangan mantan suaminya, Darwo. Penderitaan Iswanti sudah bermula ketika dia masih di bawah tanggung jawab orang tuanya, yaitu ketika dia harus mengerjakan tugas-tugas berat yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Didikan dan perlakuan dari orang tuanya yang menganut paham patriarki membawanya dari penderitaan hidup yang satu ke penderitaan hidup yang lain. Perbuatan ibunya yang tidak bertanggung jawab dan suami hasil pilihan orang tuanya, membuat kesengsaraannya semakin berkepanjangan. Semenjak awal kehamilannya, dia harus menghadapi kenyataan bahwa suaminya berselingkuh di depan matanya sementara ibu mertua selalu menistanya. Sebagai wanita, bukan hanya dari orang tua tetapi juga dari suami dan ibu mertua yang menganut paham patriarki, Iswanti menuai penderitaan.
Iswanti menjadi korban kesewenang-wenangan orang lain, dalam hal ini ibu kandung, suami dan ibu mertuanya. Dia tidak berani berbuat apa-apa untuk melepaskan diri dari intimidasi orang lain dan dia tidak dapat menunjukkan kemarahannya melihat perselingkuhan suami di depan mata. Dapat dikatakan, memberi didikan yang salah kepada anak sama dengan mengkebiri anak sehingga menjadi korban cemoohan dan hinaan orang lain. Anak akan menjadi pasif dan tidak dapat menghargai dirinya sendiri. Dia dapat menghargai orang tua, suami dan orang lain tetapi dia sulit menghargai dirinya sendiri.
Komentar:
Jika disimak dengan benar, dapat disimpulkan bahwa apa yang hendak diangkat Nh. Dini pengarang wanita Jawa ini dalam Dua Dunia adalah wanita dan pria seharusnya dapat menjadi mitra yang baik. Penghalang yang menghadang adalah adanya tradisi patriarki yang mendudukkan pria di posisi lebih tinggi dari wanita sehingga wanita bukan menjadi mitra melainkan obyek dari pria. Pesan yang ingin disampaikan dikemas pengarang wanita Jawa ini dengan apiknya lewat kemarahan tokoh utama wanita yang juga bersuku Jawa. Penggunaan pemain utama yang sama-sama berlatar belakang masyarakat yang mengagungkan patriarki sengaja dilakukan untuk menajamkan pesan. Sekali lagi, apa yang diperjuangkan bukannya agar wanita dianggap lebih hebat dari laki-laki tetapi agar wanita diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki atau diperlakukan yang sama dengan laki-laki karena sebetulnya wanita mempunyai potensi yang sama dengan laki-laki.
Komunikasi harus dijalin,baik antara suami dan istri maupun antara orang tua dan anak perempuannya. Jangan menganggap bahwa anak perempuan tidak mampu memberikan solusi bagi masalah keluarga. Suami istri merupakan satu, saling melengkapi karena suami bukan manusia sempurna yang dapat berbuat salah juga. Istri harus tahu kapan angkat bicara. Komunikasi 2 arah perlu dijalin seperti dalam kelahiran. Untuk dapat menjadi mitra yang baik maka wanita perlu dihargai keberadaannya, diberi kesempatan untuk bicara.
Wanita itu hargailah perasaannya. Berilah ruang lingkup bergerak yang lebih luas bukan hanya menjadi istri dan ibu yang baik, berguna bagi keluarga tapi juga mandiri secara finansial dan berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Keluarga jangan egois. Wanita bukan hanya punya kewajiban tetapi juga hak secara seimbang.
Kemarahan yang ditonjolkan bukan diarahkan kepada orang laki-laki tetapi kepada perbuatan laki-laki yang menindas wanita. Nh. Dini ingin meyadarkan wanita bahwa kemarahan akibat ditindas bukan merupakan sesuatu yang negatif, sesuatu yang harus dihindari tetapi hendaknya menyadarkan wanita untuk bangkit dan menolong diri sendiri agar bebas dari penindasan.
Dapat disimpulkan bahwa Nh. Dini ingin menyadarkan pembaca atau masyarakat bahwa pembedaan status suami dan istri hanyalah menimbulkan penderitaan bagi wanita. Sudah waktunya bagi suami untuk berbesar hati mau berbagi kekuasaan dengan istri demi kebahagiaan keluarga. Nh. Dini juga menekankan bahwa menjadikan istri sebagai obyek tidak menguntungkan suami tetapi malah merugikan karena istri tidak dapat mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya semaksimal mungkin. Intinya, pengarang Jawa ini ingin membuka mata pembaca atau masyarakat bahwa lebih menguntungkan dan membahagiakan jika wanita dan pria menjadi patner daripada menjadi pesaing.

Kapai-Kapai

Judul : KAPAI - KAPAI
Pengarang : Arifin C. Noer
Genre : Kumpulan Drama
Tahun Terbit : 1970

Sinopsis

Kumpulan drama yang berjudul “KAPAI-KAPAI” ini mengisahkan Tokoh Emak mendongengkan kepada Abu tentang Pangeran dan Sang Putri yang selalu bahagia karena memiliki Cermin Tipu Daya. Dengan cerita itu Abu diberi Emak impian-impian yang bagus. Abu dalam keraguan dan penasaran menanyakan di mana ujung dunia, tempat kebahagiaan itu kepada Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jengkerik, dan Kambing. Tiba-tiba Abu tersentak dari lamunannya oleh panggilan dan bentakan majikannya. (Abu mempunyai ribuan majikan.) Namun Emak tetap mencoba menghibur Abu dengan melanjutkan dongengnya tentang kehebatan Pangeran mendapatkan kekayaan dengan Cermin Tipu Daya. Emak meyakinkan Abu bahwa Abu adalah Pangeran. Karena itu makin hebat lamunan Abu, bahkan ia memimpi kan Sang Putri. Emak juga mengharapkan bantuan Bulan agar menghibur Abu dengan sinarnya. Melalui tokoh Yang Kelam, diungkapkan bahwa Abu mulai menua. Yang Kelam membuat dahi Abu berkerut dan badannya makin lemah. Abu bersedih, tertegun memikirkan nasibnya. Namun Emak tetap menganjurkan agar Abu berbahagia dengan menggunakan Cermin Tipu Daya. Emak pun minta bantuan Rombongan Lenong untuk menghibur Abu dan menyampaikan cerita Sang Pangeran, RajaJin, Sang Putri, dan Cermin Tipu Daya. Tokoh Emak juga memperingatkan Yang Kelam tentang tugasnya menambah penderitaan Abu. Emak mulai mempercakapkan tentang kematian kepada Abu. Dikatakannya bahwa nisan Abu kelak harus terbuat dari cahaya. Makin berat tugas dan penderitaan Abu menghadapi majikan. Panggilan dengan bel dan teriakan terus-menerus Di samping itu Abu pun mulai lebih banyak menghadapi Yang Kelam, yang bertugas memperlihatkan kodrat hidup Abu sebagai manusia, yaitu menjadi tua dan mati. Dalam keadaan demikian Abu dan Iyem berpacu dengan sang waktu sambil Emak terus mengatakan bahwa Abu pasti berhasil mendapatkan cermin. Beberapa langkah lagi Abu akan mencapai ujung dunia. Saat-saat Abu mendekati tujuan untuk mendapatkan cermin (kepuasan hidup yang dikejar-kejarnya), mendekati ujung dunia, tokoh Emak berbalik menjadi pembunuh Abu. Akhirnya Abu mendapatkan cermin yang didambakannya, ujung dunia yang hendak dicapainya, tetapi itu tidak lain adalah akhir hayatnya. Diungkapkanlah bagian akhir Kakek dan yang lainnya mengantarkan jenazah Abu ke pemakaman.



Komentar :
Naskah drama KAPAI-KAPAI karya Arifin C. Noer. Naskah ini merupakan naskah drama yang sangat puitis, absurd, dan bernilai sastra tinggi. Naskah ini berkisah tentang seorang bernama Abu yang berusaha mencapai kebahagiaan dengan berbagai cara yang telah tercapur dengan ilusi-ilusi yang semakin membuat ia terpuruk. Bahasanya ringan dan mudah dipahami.

Sabtu, 04 Juni 2011

O Amuk Kapak

Judul: O AMUK KAPAK
Jenis: KUMPULAN PUISI
Karya: SUTARDJI COLZOUM BACHRI
Tahun terbit: 1966-1979
Sinopsis:
O Amuk Kapak merupakan buku kumpulan puisi dari seri O, Amuk, dan Kapak. Namun oleh para penerbit dijadikan satu buku yang berjudul O Amuk Kapak. Buku kumpulan puisi ini terbit pertama kali pada tahun 1966 hingga tahun 1979. Dalam buku kumpulan puisi ini terdapat beberapa puisi dengan gaya bahasa metafora dan simbolik. Ada juga yang bernada satire dengan mengomentari gaya hidup masyarakat yang jauh dari nilai religi, seperti dalam puisi yang berjudul Pot berikut.
POT
Pot apa pot itu pot kaukah pot aku
pot pot pot
yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
yang jawab pot pot pot pot kaukah pot aku
pot pot pot
potapapotitu potkaukah potaku?
POT
Dari hasil pemahaman pada 10 puisi Sutardji yang berjudul Ah, Dapatkau, Jadi, Pot, O, Daun, Q, Tapi, Kalian, dan Perjalanan Kubur, dapat diketahui bahwa puisi-puisi tersebut mengandung makna religi dan mengarah pada makna pencarian hakikat ketuhanan. Dengan adanya simbol celengan, mawar, pot, dan sebagainya, pembaca akan mengira bila yang diceritakan oleh penulis bertema cinta. Namun pada kenyataannya ketiga simbol tersebut adalah makna dari maut, makna orang yang yatim. Pencarian hakikat ketuhanan yang dimaksud berupa simbol pencarian kekuatan, daya pikir, dan keyakinan dalam memahami ajaran religi. Dengan demikian puisi-puisi tersebut telah mewakili bahwa puisi-puisi Suradji dalam kumpulan O Amuk Kapak terdapat makna yang menyiratkan proses pengalaman penyair (Sutardji) dalam dunia religi dan ketuhanan. Puisi-puisi Sutardji Ah, Dapatkau, Jadi, Pot, O, Daun, Q, Tapi, Kalian, dan Perjalanan Kubur merupakan contoh karya sastra yang memiliki kontribusi pada aspek batin dan spiritual manusia.
Dengan analisis ini dapat diketahui pula bahwa dunia seni khususnya seni sastra mampu memberikan kontribusi spiritual bagi pembaca maupun penciptanya. Melalui sarana sastra terutama puisi atau sajak, penyair dapat mengungkapkan suasana batin dan segala persoalannya untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan sebagai sutradara dan pemilik alam semesta.
Komentar:
Sosoknya sebagai penyair dapat “mencengangkan“ orang karena demonstratif dan eksentrik. Puisi-puisinya mengejawantah menjadi bunyi-bunyi sugestif dan magis yang keluar dari mulutnya. Gaya bahasa simbolik yang ia gunakan dalam menulis puisi-puisinya menimbulkan banyak penafsiran namun tetap indah dirasakan. Namun pada kenyataannya, puisi yang ditulis oleh Sutardji Colzoum Bachri ini mengandung makna tentang hubungan spiritual antara makhluk Tuhan dengan Tuhannya. Meskipun begitu, puisi ini tidak terkesan absurd karena dalam penggunaan simbol-simbol bahasa yang digunakan tidak mengalihkan makna hakikat ketuhanan itu di puisi-puisinya yang lain.

Kamis, 02 Juni 2011

Orang-orang Bloomington

Judul: ORANG-ORANG BLOOMINGTON
Jenis: KUMPULAN CERPEN
Karya: BUDI DARMA
Tahun terbit: 1980
Orang-orang Bloomington adalah karya penting Budi Darma. Kumpulan cerita ini merupakan salah satu karya sang maestro yang berbeda dengan kebanyakan karyanya tidak bertemakan hal-hal abstrak. Melalui cerita-cerita yang ditulis pada periode akhir 1970an ini, pembaca tidak hanya diajak menelanjangi pergolakan emosional para tokoh di dalamnya, tetapi juga menyelami berbagai permasalahan humanistik mereka dalam berhubungan dengan lingkungan dan sesama.
Cerita pendek yang berjudul Laki-laki Tua Tanpa Nama, bercerita tentang seseorang yang hidup sendiri dan misterius, ada juga "Joshua Karabish" yang bercerita tentang orang berpenyakit aneh yang ternyata menyimpan banyak keanehan pula dalam hidupnya dan baru diketahui semuanya saat dia meninggal. Lalu ada pula yang berjudul Keluarga M yang ceritanya sangat menyentuh, bagaimana sebuah keluarga miskin bertahan hidup dengan cara mereka sendiri, saat semua orang menganggap mereka jahat, muncul keprihatinan yang amat dalam di keluarga itu. Dalam keadaan apapun, mereka selalu berusaha bersama-sama. Kemudian ada juga Ny. Elberhaart yang bercerita tentang wanita tua yang selalu menunggu surat datang dan menuduh tukang pos telah menggelapkan surat-surat yang seharusnya diterimanya, karena ia melihat tetangga nya yang lain sering menerima surat sedangkan ia tidak. Cerita yang satu ini agak unik.
Secara keseluruhan, kumpulan cerpen yang terdapat dalam buku tersebut bagus karena semuanya telah mengajarkan bahwa takdir memang telah begitu hebat membuat manusia tak berdaya. Ada yang pasrah begitu saja menerimanya, ada pula yang berusaha keras memahami dan ingin mengubahnya. Dengan demikian, apakah kita hidup sia-sia atau tidak, kita sendiri akan merasa ragu. Membaca kumpulan cerpen ini, membuat kita seolah-olah wayang yang dimainkan dalang, dan tentu saja dalang itu adalah Tuhan. Kita juga tidak bisa mengatakan bahwa hidup itu tak ubahnya konsep nihilism alias sia-sia belaka. Karena tetap saja ada hikmah yang bisa kita petik dari perjuangan kita untuk tetap bertahan hidup, walaupun semuanya sudah diatur oleh Tuhan.

Komentar:

Karya-karya Budi Darma seperti berusaha untuk mengajak kita semua merenungi tentang takdir. Dari karya-karya ini, kita dapat belajar bahwa kepahitan hidup kadang perlu, pantas, dan bahkan harus kita dapatkan agar kita bisa mengetahui apa arti hidup dan kebahagiaan. Dari rasa sakit dan merana kita akan berjuang, merenung, dan bersyukur. Seperti dalam cerpen Keluarga M yang membuat kita sadar bahwa orang yang jahat tak selamanya jahat. Begitu juga dengan cerpen Laki-laki Tua Tanpa Nama yang mengajari kita tentang kesendirian. Dalam kesendirian, manusia akan punya lebih banyak waktu untuk merenungkan apa yang sebenarnya telah dan sedang terjadi dalam hidupnya. Manusia akan mampu menemukan jati dirinya tanpa campur tangan orang lain.

Gaya "saya" dalam tokoh-tokoh Budi Darma begitu unik. Mengikuti tokoh sentral secara diam-diam, mengamati, berpikir, lalu membuat kesimpulan tentang orang-orang yang misterius itu. Menakjubkan. Dengan membaca cerpen-cerpen di dalam buku ini, anda semua akan dibawa berkeliling ke jagad imaginasi yang luar biasa. Cerita yang mungkin bagi anda sederhana dan akan habis dibaca dalam waktu sekejap, namun akan menyisakan renungan yang tidak sekadar bombastis.

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
KARYA: HAJI ABDUL MALIK KARIM ABDULLAH (HAMKA)
TERBITAN BALAI PUSTAKA
Zainuddin menjadi orang Mengkasar sekarang. Ceritanya bermula saat ibu pendekar Sutan wafat, menurut adat, seluruh harta warisan menjadi milik pendekar Sutan dan Datuk Mantari Labih. Ketika pendekar Sutan meminta sebagian hartanya untuk bekal pernikahan, terjadilah pertengkaran akibat Datuk Mantari Labih bersifat rakus. Dalam pertengkaran itu Datuk Mantari Labih wafat dan pendekar Sutan dibawa ke Mengkasar sebagai hukuman. Selesai menjalani hukuman, pendekar Sutan menikah dengan gadis Mengkasar, Habibah. Dari pernikahan itu lahirlah Zainuddin. Zainuddin kemudian diasuh Mak Base setelah kedua orang tuanya meninggal.
Ketika berumur 19 tahun, Zainuddin berkeinginan untuk kembali ke tanah moyangnya di desa Batipuh (Minangkabau). Namun, sesampainya di sana ia tidak berhak mendapat gelar suku karena ia dianggap anak pisang. Hati Zainuddin sedih, tapi keadaan menjadi berubah ketika ia berkenalan dengan Hayati, si kembang desa di desa Batipuh itu.
Hubungan asmara Zainuddin dan Hayati menjadi gunjingan orang Batipuh. Datuknya Hayati memanggil Zainuddin. Zainuddin disuruh pergi demi kebaikan Zainuddin sendiri dan Hayati. Sebelum Zainuddin meninggalkan Batipuh, ia berjanji dengan Hayati hanya mautlah yang akan memisahkan. Setelah itu, Zainuddin pergi ke Padang Panjang.
Tidak lama setelah itu, Hayati diundang oleh sahabatnya di Padang Panjang, yaitu Chodijah, untuk melihat pacuan kuda. Aziz, kakak Chodijah, jatuh cinta pada Hayati. Tak lama setelah pacuan kuda itu, keluarga Aziz meminang Hayati. Hayati menerimanya. Bersamaan dengan itu, datang pula lamaran Zainuddin. Tapi, lamarannya ditolak. Maka, perkawinan Aziz dan Hayati berlangsung. Sementara itu, Zainuddin sakit keras dan sering tak sadarkan diri.
Teman Zainuddin yang bernama Muluk menganjurkannya untuk pergi ke pulau Jawa demi mengembangkan bakat mengarangnya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jawa menuju Surabaya. Di Surabaya karir Zainuddin berkembang pesat. Ia telah menjadi sastrawan dan dramawan terkenal.
Sementara itu, Hayati pun berada di Surabaya mengikuti suaminya bekerja. Keadaan keluarga Hayati nyaris berada di ujung perpecahan. Aziz senang berjudi dan main wanita. Aziz meminta bantuan Zainuddin agar diperkenankan tinggal di rumahnya. Zainuddin pun bersedia. Hayati tinggal di rumah Zainuddin sementara Aziz pergi ke Banyuwangi. Namun, terdengar kabar jika Aziz bunuh diri di kamar hotel. Aziz menitipkan pesan yang isinya ingin mengembalikan Hayati kepada Zainuddin.
Zainuddin menolak. Ia masih mengingat masa lalunya yang perih. Zainuddin menyuruh Hayati untuk pulang ke Minangkabau. Sebelum naik ke kapan Van der Wijck, Hayati menitipkan pesan kepada Zainuddin. Melihat ketulusan cinta Hayati, Zainuddin pun tersentuh.
Namun, pada pukul 14.00, Zainuddin mendengar kabar bahwa kapal Van der Wijck tenggelam. Zainuddin dan Muluk menuju Lamongan tempat Hayati dirawat. Hayati akhirnya meninggal. Tetapi ia bahagia karena di akhir hayatnya, ia bisa melihat wajah orang yang dicintainya. Hayati dimakamkan di Surabaya.
Hari-hari Zainuddin pun kelabu. Zainuddin akhirnya meninggal. Ia dimakamkan dekat pemakaman Hayati. Sebelum meninggal, Zainuddin menulis wasiat yang berisi seluruh kekayaannya diwariskan kepada Muluk, dan hartanya yang ada di Mengkasar diwariskan kepada Daeng Masiga, orang yang mengurus hartanya selama ini.
Komentar: novel ini bercerita tentang cinta Zainuddin dan Hayati yang tidak dapat bersatu karena Hayati menikah dengan Aziz. Novel ini menceritakan tragedi kehidupan yang tidak selamanya lurus. Terkadang apa yang kita harapkn tidak selamanya dapat menjadi kenyataan. Meskipun begitu, Zainuddin dapat kembali bersatu dengan Hayati meskipun di alam yang lain. Hal ini memberikan penyadaran diri kepada kita tentang arti cinta sejati yang dilukiskan dengan kesetiaan cinta Zainuddin dan Hayati.

Salah Asuhan

SALAH ASUHAN
KARYA: ABDUL MUIS
TERBITAN BALAI PUSTAKA
Hanafi, seorang penduduk pribumi, yang kebarat-baratan itu adalah akibat dari salah auhan yang telah terjadi pada dirinya. Sejak kecil, dalam bersekolah hingga ia tamat dari HBS di Betawi, ia selalu berada di lingkungan orang Belanda. Itu memang kehendak ibunya yang menyayangi anak satu-satunya, dengan harapan agar ia nantinya menjadi orang yang dapat menjadi tumpuan hidup orang tuanya.
Hanafi jatuh cinta dengan Corry, wanita keturunan Barat. Ayah Corry memperingatkan bahwa mereka akan dikucilkan jika mereka kawin karena kebangsaan mereka yang berbeda. Corry sadar akan hal itu. Oleh karena itu, ia masih berpikir seribu kali bila hendak berhubungan dengan Hanafi. Corry memutuskan untuk tidak bertemu dengan Hanafi lagi. Kemudian, ia menulis surat tentang itu untuk Hanafi.
Hanafi merasa terhina akan surat Corry. Pada saat inilah, ibu Hanafi mengutarakan maksudnya kepada Hanafi bahwa ia ingin menjodohkan Hanafi dengan Rapiah. Karena hatinya sedang terluka dan untuk membalas budi kebaikan ayah Rapiah, Hanafi mau menerima maksud ibunya. Perkawinannya dengan Rapiah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Syafei. Lama-kelamaan Rapiah diperlakukan seperti babu. Hanafi juga sempat durhaka kepada ibunya.
Karena keduharkaannya, Hanafi digigit anjing gila. Kemudian, ia dikirim ke Betawi untuk mendapatkan pengobatan. Secara kebetulan, Hanafi berjumpa dengan Corry. Corry yang telah ditinggal mati ayahnya, mau menerima kembali kehadiran Hanafi. Lama-kelamaan pergaulan mereka pulih seperti dulu. Mereka berencana untuk menikah.
Hanafi akhirnya menceraikan Rapiah dan mengawini Corry. Rapiah yang kini menjanda tidak ingin kawin lagi karena ia tidak mau Syafei berayahkan orang lain. Setelah menjadi istri Hanafi, Corry banyak berubah. Ia tidak lincah lagi seperti dulu bahkan Corry selalu menurut kepada suami. Hanafi tidak menyukai hal itu dan sering menimbulkan percekcokan antara mereka.
Corry kemudian menderita penyakit kolera. Dengan berbagai upaya, akhirnya Hanafi dapat bertemu dengan Corry. Setelah berbicara seperlunya, Corry meninggal dunia. Hal itu membuat Hanafi sangat sedih.
Di sebuah keramaian, Hanafi bertemu dengan Rapiah, ibunya, dan anak yang telah ia tinggalkan, Syafei. Hanafi diajak pulang ke Koto Anou oleh ibunya. Kesedihannya membuat ia jadi putus asa, hingga pada suatu malam ia bunuh diri dengan sengaja meminum sublimat. Walaupun ibunya telah mendatangkan dukun dan dokter, Hanafi tidak dapat disembuhkan dan akhirnya meninggal dunia.
Penguburannya sempat pula menimbulkan perdebatan. Ada yang melarang untuk dikubur di situ, ia harus dikubur di Belanda karena ia telah Belanda. Akhirnya, ia tetap dimakamkan di kampung itu. Sepeninggal Hanafi, ibunya kembali tinggal serumah dengan Rapiah dan Syafei di sebuah rumah yang telah dibelinya.
Komentar: salah asuhan, adalah novel kondisi yang ada saat ini, itulah yang disampaikan penulis. Novel ini bagus karena telah melampaui zamannya